Saham-saham yang berada di bawah harga Rp 10 per saham kini sudah berkurang cukup banyak hingga sesi I Selasa (3/9/2024), di mana per awal Juni lalu tercatat masih ada 39 saham, kini tinggal 18 saham.
Dari 18 saham tersebut, rinciannya yakni tiga saham berada di harga Rp 1 per saham, satu saham di Rp 2 per saham, satu di Rp 4 per saham, satu di Rp 5 per saham, dua di Rp 6 per saham, dua saham di Rp 7 per saham, empat saham di Rp 8 per saham, dan empat saham di Rp 9 per saham.
Adapun tiga saham yang kini masih berada di posisi Rp 1/saham yakni PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT), PT Totalindo Eka Persada Tbk (TOPS), dan PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT).
Berikut saham-saham yang sudah berada di bawah harga Rp 10 per saham.
Ke-18 saham tersebut saat ini masih berada di papan pemantauan khusus dan diperdagangkan menggunakan metode full periodic call auction (FCA), sehingga pergerakannya cenderung sulit diprediksi karena hanya mengandalkan Indicative Equilibrium Price (IEP) dan Indicative Equilibrium Volume (IEV).
Seperti diketahui, bursa telah melakukan penerbitan Peraturan Bursa Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus yang berlaku pada 9 Juni 2023 dan Peraturan Bursa Nomor II-X tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus yang akan berlaku pada 12 Juni 2023.
Pada Papan Pemantauan Khusus Tahap I, masih berlaku hybrid. Namun per 12 Juni 2023, BEI meresmikan Papan Pemantauan Khusus Tahap II, sehingga berlaku full periodic call auction.
Dengan adanya pemberlakuan perdagangan menggunakan FCA, maka ada potensi besar bagi saham-saham yang memiliki notasi khusus dapat menyentuh harga Rp 1 per saham atau satu perak.
Perlu diketahui, salah satu kriteria perusahaan tercatat yang masuk dalam papan pencatatan khusus adalah apabila perusahaan tidak dapat memenuhi persyaratan untuk tetap tercatat di BEI, salah satunya adalah memiliki ekuitas atau modal negatif.
Namun, bursa tidak akan serta merta menggembok saham yang setahun mendekam di papan pemantauan khusus tersebut. Melainkan, pihaknya akan melakukan evaluasi terlebih dahulu lebih lanjut terkait sebab ekuitasnya bisa negatif.
Tentunya, Papan Pemantauan Khusus ini tidak hanya berlaku bagi saham yang berada di bawah harga Rp 50 per saham, tetapi juga berlaku pada saham yang memiliki beberapa notasi khusus.
Tak hanya itu saja, saham-saham berkapitalisasi pasar besar (big cap) yang mengalami kenaikan pesat juga berpotensi masuk ke dalampapan pemantauan khusus jika beberapa persyaratan telah terpenuhi.