Jangan Disepelekan, Ini Faktor Risiko Penyebab Mata Malas pada Anak yang Bisa Berujung Kebutaan

Ilustrasi bayi mengucek mata | 8 Kondisi yang Berisiko Terkena Mata Malas, Bisa Sebabkan Kebutaan

Ilustrasi bayi mengucek mata | 8 Kondisi yang Berisiko Terkena Mata Malas, Bisa Sebabkan Kebutaan

Ambliopia atau mata malas adalah salah satu penyebab kebutaan jika tidak ditangani sejak dini.

Dokter Spesialis Mata RS Mata Cicendo Feti Karfiati Memed menjelaskan, mata malas merupakan penurunan perkembangan penglihatan yang terjadi ketika otak tidak menerima rangsangan normal dari mata.

Mata malas hanya menyerang anak-anak. Jika terlambat disadari, mata malas bisa menyebabkan kebutaan secara permanen pada usia dewasa.

“Penyebab paling umum dari hilangnya penglihatan pada orang dewasa usia 20 hingga 70 tahun adalah ambliopia yang tidak diobati dengan baik pada masa anak-anak,” kata Feti kepada Kompas.com, Rabu (9/10/2024).

Ambliopia sendiri sering disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak terkoreksi, strabismu

Faktor risiko mata malas

Lebih lanjut, Feti menjelaskan, terdapat 8 kondisi yang membuat anak-anak rentan terkena mata malas.

Berikut faktor risiko anak terkena ambliopia:

Memiliki riwayat keluarga dengan strabismus atau mata juling

Mata berair

Ptosis

Pengelihatan kabur

Penggunaan kacamata sejak kecil

Riwayat medis seperti kelahiran prematur

Perkembangan anak terlambat

Diabetes.

Ambliopia mulai sulit disembuhkan ketika anak berusia 5 tahun lebih. Oleh karena itu, pemeriksaan penglihatan pada usia sekolah sebetulnya bisa jadi sudah terlambat

Selain itu, kehilangan penglihatan permanen juga dapat terjadi jika terapi dilakukan setelah usia 8 hingga 10 tahun.

Pencegahan mata malas

Pencegahan mata malas bisa dilakukan dengan melakukan skrining pada bayi baru lahir yang berusia sekitar 35 bulan atau usia 0 hingga 2 tahun. Tujuannya untuk mengetahui riwayat kesehatan, termasuk masalah mata pada keluarga

Kemudian, cek penglihatan pergerakan mata atau adanya nistagmus, jadi matanya tidak diam, dia bergerak terus, kemudian bagaimana posisi bola mata apakah ada juling, dan refleks pada kornea serta cover tes untuk melihat ada juling atau tidak,” ujar Feti.

Skrining berikutnya dilakukan ketika bayi berusia 36 hingga 47 bulan, atau sekitar 3 hingga 4 tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*