Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menerbitkan regulasi baru untuk menarik investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas).
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan bahwa perubahan aturan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi para kontraktor migas, terutama yang menggarap lapangan-lapangan dengan tantangan teknis yang cukup tinggi.
“Intinya adalah untuk memberikan fairness (keadilan), untuk lapangan yang sulit. Setiap ada usaha, upaya dihargai dengan split itu tetap fungsinya adalah yang fair,” ucapnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Tak hanya itu, Kementerian ESDM juga baru saja resmi merilis aturan baru terkait bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) dengan skema Gross Split atau bagi hasil dari pendapatan kotor.
Aturan baru ini tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No.230.K/MG.01/MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Keputusan Menteri yang terdiri dari 13 poin keputusan ini resmi mulai berlaku saat ditetapkan pada 19 September 2024 oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
Pada Keputusan Menteri ESDM ini disebutkan jenis-jenis komponen dalam bagi hasil kontrak migas Gross Split, termasuk persentase bagi hasil dasar (base split) antara kontraktor dan pemerintah.
Pada keputusan ketiga disebutkan bahwa:
Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU merupakan komponen yang digunakan dalam penetapan dan penyesuaian bagi hasil pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang terdiri atas:
a. bagi hasil awal (base split);
b. komponen variabel dan komponen progresif untuk Minyak dan Gas Bumi Konvensional; dan
c. komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
Lalu, keputusan keempat berbunyi:
a. Untuk ketentuan-ketentuan pokok Minyak dan Gas Bumi Konvensional pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel dan komponen progresif.
b. Untuk ketentuan-ketentuan pokok Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional pada Kontrak Bagi Hasil Gross Split, besaran bagi hasil ditetapkan berdasarkan bagi hasil awal (base split) yang disesuaikan dengan komponen variabel tetap Minyak dan Gas Bumi Non Konvensional.
Untuk besaran persentase bagi hasil dasar (base split) diatur pada keputusan kelima, berikut bunyinya:
a. Bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KETIGA huruf a digunakan sebagai acuan dasar dalam penetapan dan penyesuaian bagi hasil bagian Kontraktor.
b. Besaran bagi hasil awal (base split) sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEEMPAT ditetapkan sebagai berikut:
1) untuk Minyak Bumi sebesar 53% (lima puluh tiga persen) bagian Negara dan 47% (empat puluh tujuh persen) bagian Kontraktor; dan
2) untuk Gas Bumi sebesar 51% (lima puluh satu persen) bagian Negara dan 49% (empat puluh sembilan persen) bagian Kontraktor.
Adapun keputusan keenam dan ketujuh mengatur tentang komponen variabel dan komponen progresif, seperti yang disebutkan pada keputusan ketiga poin b.
Untuk komponen variabel antara lain:
a. jumlah cadangan;
b. lokasi lapangan; dan
c. ketersediaan infrastruktur.
Sementara komponen progresif yakni:
a. harga Minyak Bumi; dan
b. harga Gas Bumi.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto menjelaskan aturan ini hadir sebagai respons atas kebutuhan kontraktor untuk mendapatkan kepastian bagi hasil yang lebih kompetitif, yang kini kontraktor mendapatkan bagi hasil mencapai 75-95%.
Adapun, dalam kontrak Gross Split sebelumnya, bagi hasil kontraktor bisa sangat variatif, bahkan dalam beberapa kasus mencapai nol persen.
“Kepastian 75-95% bagi hasil punya kontraktor. Kalau yang dulu bisa rendah sekali, bahkan bisa sampai 0%, itu kita koreksi,” ujar Ariana, Selasa (1/10/2024).
Selain memberikan kepastian bagi hasil yang lebih tinggi, regulasi baru ini juga dirancang untuk menarik investasi di Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional, dengan kontraktor berpotensi menerima bagi hasil sebesar 93-95% di awal masa kontrak, seperti yang diterapkan di WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.
Dalam aturan baru ini, parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter, agar lebih implementatif perhitungannya dan menarik di lapangan.
“Poin yang keempat adalah, ini bukan semata-mata untuk mendorong gross split yang baru ini, tetapi di sini kita berikan pilihan fleksibilitas, mau pakai gross split atau cost recovery silahkan, mau berpindah juga silahkan. Sesuai dengan selera kontraktor,” ujarnya.
Adapun poin perubahan pada Permen Kontrak Bagi Hasil antara lain adalah simplifikasi jumlah komponen. Dari 13 komponen tambahan bagi hasil disederhanakan hanya menjadi 5 yaitu jumlah cadangan, lokasi lapangan, ketersediaan infrastruktur, harga minyak bumi, dan harga gas bumi.
Poin yang kedua adalah parameter sesuai data lapangan. Nilai parameter komponen ditentukan dari studi statistik data 5 tahun terakhir, yaitu jumlah cadangan POD seluruh lapangan, rata-rata lokasi dan kedalaman lapangan, serta harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP), LNG Platts, dan gas domestik.
“Jadi setelah evaluasi 5 tahun, nanti Bapak dan Ibu akan melihat cadangan dan PODnya itu sudah ada bukti empiris bahwa data 5 tahun terakhir terkait penemuan cadangan itu yang membentuk angka yang ada di Kepmen kita ini. Begitu pula dengan lokasi kedalaman, Harga ICP, kenapa harga yang diambil titik tengahnya, itu semua berdasarkan data realisasi 5 tahun terakhir,” jelas Ariana.
Selain itu, diatur pula total bagi hasil yang kompetitif. Di mana nilai bagi hasil (sebelum pajak) KKKS migas konvensional pada rentang 75% s.d 95%, berdasarkan studi effective royalty rate, access to gross revenue, dan incentives.
Lalu terdapat pula aturan mengenai Eksklusivitas MNK yakni nilai bagi hasil (sebelum pajak) KKKS MNK menggunakan fixed split 93% untuk minyak dan 95% untuk gas, berdasarkan studi perbandingan keekonomian dengan lapangan di Eagleford.
Yang terakhir, mengenai tata cara, persyaratan perubahan bentuk kontrak dan fleksibilitas. Aturan ini memberikan pengaturan terkait perubahan bentuk kontrak bagi hasil dari PSC Cost Recovery ke Gross Split ataupun sebaliknya. Dengan ketentuan peralihan untuk kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya.