
Koordinator Urusan ASEAN, Intra dan Ekstra Regional, Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri RI, Joannes Ekaprasetya Tandjung (kiri) dan Duta Besar Republik Korea untuk ASEAN Lee Jang-keun (kanan) dalam lokakarya “Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea” yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia bersama Korea Foundation di Jakarta, Selasa (10/09/2024). (ANTARA/Suwanti)
Indonesia, dengan budaya dan tradisiyang melimpah, perlu mengandalkan ekonomi kreatif sebagai modal diplomasi lunak lewat Indonesian-Wave (I-Wave), sebagaimana Korea Selatan melakukannya melalui Korean-Wave (K-Wave/Hallyu).
Hal itu ditekankan oleh Joannes Ekaprasetya Tandjung, Koordinator Urusan ASEAN, Intra dan Ekstra Regional, Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta, Selasa.
“Untuk mencapai 2045 (satu abad usia RI), akankah kita masih bergantung pada batu bara dan bahan bakar fosil (dalam perdagangan)? Atau akan kah kita memperdalam hubungan dengan negara lain atas dasar pendidikan, kebudayaan, dan kreativitas?” kata dia.
Joannes, yang sempat menjabat Koordinator Fungsi Ekonomi Kreatif dan Digital di KBRI Seoul, optimistis bahwa Gelombang Indonesia juga mampu menjadi sebesar K-Wave.
“Asal dilakukan dengan strategi yang tepat, orang-orang dan pejabat pemerintahan yang tepat. Karena saya perlu mengakui, kita tidak akan bisa bekerja di sektor kreatif dan digital jika tidak mempunyai passion,” kata Joannes.
Mengutip laman resmi promosi kebudayaan Korea, istilah K-Wave muncul sejak akhir 1990-an, ketika siaran drama televisi Korea “What Is Love” menjadi sangat populer di tengah masyarakat China.
Awal 2000-an, gelombang drama Korea melanda negara Asia Timur lainnya, Jepang. Hingga hari ini, hampir tiga dekade berikutnya, gelombang tersebut terus menjangkau berbagai belahan di dunia, tidak terkecuali Indonesia. https://kas138vip.org